Pemerataan ekonomi semakin dirasakan oleh masyarakat. Sejumlah kebijakan yang berpihak ke ekonomi masyarakat kelas bawah, termasuk melalui fasilitas pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR), telah membuat peternak semringah.
Itulah yang dirasakan masyarakat di Sentra Peternakan Rakyat Kebonagung Sidoharjo, Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (6/12/2018). Semburat kegembiraan terlihat pada sebagian besar roman muka orang yang tergabung di 69 anggota kelompok peternak rakyat di sentra peternakan itu tersebut.
Ya, pada hari itu mereka baru saja menerima pengucuran KUR senilai Rp8,9 miliar dari pemerintah. KUR yang diberikan ke peternak di sentra peternakan itu bisa disebut KUR khusus. Dari suku bunga cukup ringan, hanya 7% dengan grace period maksimal 3 tahun.
Pada hari itu, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution baru saja menyalurkan KUR khusus untuk peternakan rakyat. Menurutnya, KUR itu diberikan kepada kelompok yang dikelola secara bersama dalam bentuk satu klaster dengan menggunakan mitra usaha untuk komoditas perkebunan rakyat, peternakan rakyat, dan perikanan rakyat.
“Khusus untuk komoditas peternakan rakyat, KUR ini bisa digunakan baik untuk penggemukan, sapi perah, maupun pembiakan ternak,” ujar Darmin.
Memang pemerintah cukup serius memperhatikan masalah pemerataan ekonomi kerakyatan, termasuk peternakan sapi rakyat untuk membangun ketahanan pangan, salah satunya swasembada daging. Dan, instrumen untuk pemerataan itu adalah melalui pembiayaan KUR tersebut.
Kini bahkan berkembang wacana memberikan bunga yang lebih rendah lagi, yakni 4%. Melalui pemberian KUR dengan bunga hanya 4% diharapkan produksi sapi lokal naik terutama peternak sapi yang melakukan pembibitan. Saat ini bunga KUR dikenakan sebesar 7% dengan grace period selama 3 tahun.
Khusus soal swasembada daging, Indonesia sebenarnya pernah hampir mendekati swasembada daging dengan produksi ternak domestik mencapai 99,32% pada 1990.
Indikator dikatakan swasembada, menurut satu kajian yang dilakukan IPB, bila pemenuhan pasokan dari domestik terpenuhi minimum 90% plus 10% dari impor.
Pemerintah pun berkali-kali membuat program target pencapaian swasembada. Namun, sejak 1990 terjadi penurunan terus-menerus produksi dan pasokan sapi lokal hingga 70% pada 2011.
Pernah, pemerintah menetapkan target swasembada daging bisa tercapai pada 2005, kemudian 2010, dan direvisi lagi pada 2014. Namun semua itu tak pernah terealisasi, dan tinggal sekadar target.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1545017083_Mengejar_Swasembada_Daging.jpeg" style="height:500px; margin-left:150px; margin-right:150px; width:400px" />
Prioritas Utama
Di era Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, masalah pangan menjadi prioritas utama. Bahkan, prioritas itu sangat jelas tertera dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) sesuai dengan Peraturan Presiden No. 2/2015, salah satunya melalui kedaulatan pangan, sebagai wujud dari kemandirian ekonomi.
Bentuk kedaulatan pangan itu, salah satunya ketersediaan daging bagi masyarakat. Nah, cara pendekatan pencapaian swasembada daging pun direvitalisasi. Kini, pemerintah menggunakan pendekatan lebih kepada pembenahan dari hulu hingga hilir.
Misalnya, peningkatan produksi sapi dijabarkan melalui penambahan populasi bibit induk sapi, pengembangan kawasan peternakan dengan mendorong investasi swasta, BUMN, peningkatan kapasitas pusat-pusat pembibitan ternak untuk menghasilkan bibit-bibit unggul, dan penambahan bibit induk sapi.
Selain dengan program peningkatan produksi, Kementan juga mencegah pemotongan sapi betina yang memiliki potensi produksi serta penguatan produksi sapi lokal dengan inseminasi buatan dan impor sapi indukan.
Wujud dari rencana peningkatan produksi itu melalui program pengembangbiakan sapi melalui upaya khusus sapi indukan wajib bunting (Upsus Siwab) yang sudah dimulai sejak 2017.
Targetnya adalah 4 juta ekor akseptor dan 3 juta ekor sapi bunting. Dalam rangka itu, Kementan mengeluarkan Permentan No 48 Tahun 2016 dan Permentan No 49 Tahun 2016 untuk mendongkrak populasi ternak sapi di seluruh wilayah Indonesia.
Hingga akhir tahun ini, total sapi indukan diharapkan bisa mencapai 2.065 ekor. Sapi-sapi tersebut akan distribusikan ke kelompok peternak dan UPTD di 110 kabupaten/kota di 24 provinsi. Beberapa pelaksana dari program itu, antara lain, tiga UPT Lingkup Ditjen PKH, yaitu Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan ternak/BBPTUHPT Baturaden, BPTUHPT Sembawa, Balai Besar Veteriner/BBVET Maros.
Selain dari sapi lokal, pemerintah juga melakukan impor sapi indukan itu, salah satunya mendatangkan sapi indukan dari Australia dan dari India, sapi indukan jenis Brahman Cross.
Khusus dari Australia, pemerintah telah impor sebanyak 1.430 ekor sapi indukan. Dari total 1.430 ekor sapi indukan, tahap pertama sebanyak 840 ekor telah datang pada 4 Desember melalui Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung.
Nantinya, sapi-sapi itu didistribusikan ke 50 peternak dan 10 UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) yang tersebar di 10 provinsi di Sumatra, yakni Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Sumatra Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Barat, Bengkulu, Sumatra Utara, dan Aceh.
Begitu juga sapi indukan Brahman Cross dari India. Pemerintah mendatangkan sebanyak 1.225 ekor dan telah disalurkan ke 80 kelompok peternak dan dua IUPTD di 35 Kabupaten di lima provinsi, yakni Yogyakarta, Kalbar, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Upaya pemerintah mengejar swasembada daging tentu patut diapresiasi. Masalah peningkatan produksi sapi kini tengah terus dibenahi. Begitu juga soal pendanaan bagi peternak kelas rakyat dengan fasilitas KUR berbunga 7%, program kemitraan peternak dan BUMN serta fasilitas pengurangan pajak penghasilan bagi usaha pembibitan sapi potong dan budidaya penggemukan sapi lokal berdasarkan PP no. 18 tahun 2015.
Harus diakui, pekerjaan rumah pemerintah untuk membenahi kebutuhan pangan rakyat, termasuk untuk mengejar swasembada daging masih banyak. Pembenahan itu mulai dari hulu hingga hilir, dari pembibitan sapi hingga rantai pasokan.
Pekerjaan itu tentu tidak ringan dan butuh juga dukungan dari masyarakat sehingga cita-cita menuju kemandirian pangan, termasuk target swasembada daging nasional dalam kurun 9 – 10 tahun bisa tercapai. (F-1)